Powered By Blogger

Welcome...

Thanks for coming...

Rabu, 04 Maret 2009

Sajak Palsu

Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah

dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar

sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah

mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka

yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah

mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru

untuk menyerahkan amplop berisi perhatian

dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu

dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru

dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu

untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan

nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah

demi masa sekolah berlalu, mereka pun lahir

sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,

ahli pertanian palsu, insinyur palsu. Sebagian

menjadi guru, ilmuwan atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi

mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu

dengan ekonom palsu sebagai panglima palsu. Mereka saksikan

ramainya perniagaan palsu dengan ekspor

dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan

berbagai barang kelontong kualitas palsu.

Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus

dan hadiah-hadiah palsu, tapi diam-diam meminjam juga

pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri

yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakat pun berniaga

dengan uang palsu yang dipinjam dengan devisa palsu. Maka

uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu

sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis

yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam

nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu

meneriakkan kegembiraan palsu di tengah seminar

dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya

demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring

dan palsu

1998

Sumber: Agus R. Sarjono, Suatu Cerita dari Negeri Angin, Aksara Indonesia, Yogyakarta, 2001.

Dari buku Sastrawan Bicara Sastra Bertanya 2004

I don’t care

I don’t care

Just say that I’m the lier

I leave you, but I need you

I don’t care

Just say that I’m not honest girl

I said hate you, but I miss you

Just say everything you want

Cheer me,

Chiding me,

WHATEVER !!!

But I don’t care

Coz I create this feeling

As a secret indeed

Not only for the other

But also for you

The one who coloring my days

The one who coloring my days

Samarinda, 13 Feb 09 (0010am)

Adakah Kita Sudah Benar-benar Merdeka?

Tujuh belas Agustus tahun’45

Itulah hari kemerdekaan kita

Hari merdeka nusa dan bangsa

Hari lahirnya bangsa Indonesia

Merdeka

Sekali merdeka tetap merdeka

Selama hayat masih dikandung badan

Kita tetap setia

Tetap setia

Mempertahankan Indonesia

Kita tetap setia

Tetap setia

Membela Negara kita

Saya yakin, teman-teman masih ingat dengan lagu itu. Lagu yang selalu berkumandang setiap kali kalender hari berada pada tanggal 17 Agustus. Hari yang bersejarah, bahkan sangat bersejarah. Hari dimana Indonesia (katanya) telah bebas dari penjajahan, khususnya dari kaum kolonial belanda yang menguasai tanah kita selama 3,5 abad, 63 Tahun yang lalu.. Ketika detik-detik Proklamasi dikumandangkan, ..

Kami bangsa Indonesia

Dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia

Dengan waktu yang sesingkat-singkatnya

Jakarta, hari tujuh belas bulan delapan tahun 1945

Atas nama

Soekarno-Hatta

Ya, tak terasa. Hari itu sudah berlalu selama 63 tahun lamanya. Kini Indonesia sudah berdiri di atas pemerintahan sendiri, dengan lambang Negara (Garuda Pancasila), lagu kebangsaan (Indonesia Raya), dan bendera (Sangsaka Merah Putih) sendiri.

Setiap tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia dengan suka cita merayakannya kembai, memperingati hari bersejarah tersebut. Bendera merah-putih berkibar hampir di setiap rumah di setiap sudut desa/kota di Indonesia. Semarak lomba pun terdengar hampir di seluruh pelosok desa dan kota. Ada lomba balap karung, bawa kelereng, panjat pinang, gebuk bantal, makan kerupuk, dan lomba-lomba lainnya. Dengan semangat yang tinggi, warga (baik muda maupun dewasa) mengikutinya.

Tapi, coba tanyakan… Adakah semangat itu muncul karena rasa nasionalisme kita? Ataukah hanya karena grand prize yang ditawarkan oleh para juri?

Semua orang pun merasa bebas, tak ada lagi belenggu-belenggu dari pihak asing (baca: penjajah) yang menghalangi mereka untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Mereka bebas bersenang-senang, menikmati hari libur, menikmati ramainya perlombaan tujuh belas agustus.

Tapi, coba tanyakan…Adakah kebebasan itu benar-benar nyata? Sudahkah kita benar-benar merdeka?

Mari kita bertanya pada diri kita sendiri, apa makna kemerdekaan yang sebenarnya?

Apakah hanya dengan adanya kebebasan dari serangan senjata dan fisik dari penjajah itu sudah berarti kita merdeka?

Apakah hanya dengan mudahnya kita mengakses bangku pendidikan sudah berarti kita merdeka?

Lalu,..

Bagaimana dengan teman-teman kita yang setiap hari (dari pagi hingga petang) berkeliaran di jalanan untuk mencari pengganjal perut? Mereka tidak bisa bersekolah. Makan pun mungkin sekali dalam satu hari saja sudah cukup menggembirakan. Peristiwa itu dapat kita jumpai hampir di seluruh kota di Indonesia.

Bisakah Negara kita yang tercinta ini dikatakan sudah merdeka?

Bagaimana pula dengan teman-teman kita yang terserang penyakit dan dengan pasrah ia hanya mampu menahan sakitnya di rumah karena orang tua mereka tak mampu untuk hanya membawanya ke manteri/dokter? Bahkan untuk mencari sesuap nasi saja harus banting tulang sehari penuh dan terus-menerus seperti itu hari-hari mereka.

Bisakah Negara yang kita sayangi ini dikatakan sudah merdeka?

0245

Lingkaran Permadani Hijau

Sunday, January 11, 2009

Sore ini, aku punya agenda, lain dari biasanya. Tapi, penat sedang merajai kujuran tubuhku, sangat terasa pada indera pembau dan mataku. Dan malas sempat mampir dalam rangkaian pikirku. Bukan karena kegiatannya yang tak menarik. Justru karena alasan itulah, sekuat tenaga aku merubah haluan berpikirku, bahwa agenda ini untuk kepentingan orang banyak, untuk program kerja JAMM yang belum tuntas, untuk JARHUMAS yang membina JAMM, untuk BEM FKIP yang menaungi kami, dan untuk tujuan yang lebih luas lagi.

Maka, kubulatkan tekad, saat sms ajakan dari Ketua Panitia masuk dalam Handphone dan kubaca, tekad itu kian membulat sempurna. Usai menunaikan urusan cintaku padaNya, maka kupersiapkan diri seraya menunggu kedatangan Ketupat (sengaja, karena tempat tinggal berdekatan). Kami bertemu di depan gang.

Di atas permadani hijau...

Di sana, aku bertemu adik-adik yang bergabung di YASALAM (Yayasan Sosial Anak Lentera Mahakam Kaltim). Sore itu mereka sedan pebinaan. Aku, Evi dan Fifid bergabung di salah satu lingkaran di hamparan permadani hijau depan Masjid Raya Samarinda. Beberapa dari mereka adalah Mulia (kelas 3), Sri (kelas 3), Nova (kelas 1), dan Helda (kelas 3), mereka bersekolah di SMP 21 Tenggiri –dekat rumah mereka, Jalan Tongkol-. Ada satu lagi yang berkenalan dengan kami, dia dipanggil Titi (dari keterangan sang Bapak yang kami temui di depan pagar Masjid Raya, namanya Putri). Dia senang sekali dengan kamera yang dibawa oleh Fifid untuk dokumentasi kunjungan kami ini. Sebenarnya, masih ada beberapa anak lainnya, sayangnya tidak sempat untuk berkenalan dengan semua.

Selain anak-anak binaan Yasalam, tentunya ada pembinanya juga. Di lingkaran tempat kami bergabung, ada Mba Lilis dan Mba Tina (Kesmas ’07). Sore itu, Mba Tina hadir sebagai relawan sedangkan Mba Lilis adalah salah satu pengurus YASALAM.

Cukup banyak kami berbincang bersama, tentang sejarah YASALAM, kegiatan pembinaannya serta kepengurusan. Sekitar pukul enam sore, semua anak pada masing-masing lingkaran dikumpulkan bersama menjadi satu. ’Waktunya penutupan,” ucap mba Lilis. Setelah Kak Irwan menyampaikan pembuka dan bercerita singkat tentang ’Bagaimana Mengetahui Apakah Seseorang Itu Gila atau Tidak?’, kami dari BEM FKIP diperkenalkan kepada semua anak-anak dan pengurus YASALAM. Sore itu juga hadir Kak Marlin, selaku Ketua BEM FKIP 2008-2009 yg kemudian sekaligus memperkenalkan kami (perempuan BEM FKIP).

Masuk acara inti, yaitu prosesi simbolis penyerahan Bantuan Sumbangan Buku yang merupakan salah satu program kerja Jaringan Aktivis Muda Mahasiswi (JAMM) FKIP. Tentunya tidak ketinggalan prosesi pengabadian peristiwa dengan kamera, bahkan ada tiga kamera yang mengambil gambarnya.

Acara diakhiri dengan pembagian jeruk dan roti yang khusus dibawa oleh pengurus BEM FKIP untuk dibagikan kepada adik-adik yang sore itu hadir pembinaan. Lalu, satu sama lain saling berjabat tangan dan cipika-cipiki (terutama bagian perempuannya).

Senja sudah dilukis Sang Kuasa di hamparan langit, mengundang dibacakannya lantunan ayat-ayat Qur’an dan disusul dengan kumandang Azdan Magrib (saat kami bertiga sedang berada di perjalanan –di dalam angkot biru-).

Semoga dapat memberi inspirasi dan memotivasi teman-teman untuk dapat berbuat lebih dari yang telah kami lakukan.

Salam perjuangan...

Tertanda,

Ketua JAMM FKIP

rasa

My Memories

In Memories...

Special Moment at Kota Bangun

Rabu, 5 Juni 2007

With all my family, we were gone to Kota Bangun for refreshing and enjoy the holiday.

Pagi-pagi banget, kami udah siap-siap untuk berangkat ke KB (Kota Bangun). Walaupun waktu itu lagi musim banjir, tapi semangat kami tetap membara. Lagi pula, daerahnya di sekitar gunung, kemungkinan banjir tidak ada dan tidak akan mengganggu aktivitas kami.

Jam 4 subuh, semua bangun dari tidur dan nyiapin bekal. Mama, aku and kakakku (my sister sengaja pulang dari Samarinda dan mencari waktu luangnya untuk moment ini) menyiapkan bahan-bahan dapur. Dari makanan seperti nasi, cemilan yang udah dibeli malam hari, lauk pauk, mie instant, dll. Tak lupa air minum, lauk pauk, juga perlengkapan masak yang diperlukan (wajan penggorengan, panci, sendok penggorengan, dll).

Kalau Papa lain lagi, yang disiapi adalah peralatan untuk mancing. Kami sengaja mencari daerah yang ada danaunya dan bisa bipakai untuk mancing. Tempat itu sih sudah beberapa kali Papa datangi untuk mancing bareng teman-temannya. So, Papa udah familiar dan tahu kondisi di sana cocok untuk kami camping. ^_^

Kalau kakak sepupuku dan istrinya siap-siap di rumahnya sendiri, tak jauh dari rumah kami, paling berjarak ½ kilo. Bisa ditempuh dengan jalan kaki. Mereka khusus bertugas bawa kopor Hook yang biasa mereka pakai sehari-sehari. Kenapa? Karena di rumahku pakai kompor gas, gak mungkin kan di bawa jalan…

Pekerjaan Papa di Pasar as an electronic repairer, carteran & angkutan barang serta toko Digital Photo Box di depan rumah, hari itu diliburkan. This is special day for family.

Persiapan selesai, jam 7 lewat kami berangkat. Singgah dulu di Pasar Tangga Arung untuk beli bahan yang kurang, like vegetables and kue basah buat sarapan di jalan. Kami pergi dengan Pick up dan rame-rame duduk di bak belakang. Pastinya Papa di depan buat nyupir. Maunya sie ikutan di belakang juga. Tapi, ntar malah gak nyampe-nyampe ke KB donk…^_^

Sampai di lokasi, ngobrol dulu sama si empunya tanah, we call him “Kai” (panggilan lain untuk Kakek). Kami duduk-duduk di warung yang berdiri beberapa meter dari depan rumahnya. Minum teh, makan kacang mente, mmmm….uenak !!!

Abis itu, baru kami mendirikan tenda.

Ayo…gotong royong!

Buka terpalnya! Bentangkan!

Cari kayu!

Yang ini dikaitkan di pohon, satunya tancapkan di sana!

Buat pasak!

Jangan lupa diikat ya, yang kencang!

Kakak sepupuku, kk Yadi, mantan anak pramuka, tau banget gimana caranya dirikan tenda. Dia yang jadi koordinator pendirian tenda. Kami jadi anggotanya saja. Kalo koordinator pencarian ikan, itu diserahin sama Papa. Kk Yadi jadi assistant saja. Nah, untuk Mama, jadi koordinator konsumsi, bagian masak-memasak diserahin pada sang ahlinya. Sisanya ya jadi anggota buat bantu-bantu.

Sebelum kaum adam memancing, kaum hawa sibuk di dapur darurat menyiapkan makan pagi (lho…! Tadi kan udah sarapan?? Iya, tapi tadi kan belum makan nasi. Orang Indo kalo belum makan nasi, asanya kurang afdhol, lagi pula lapar, 3 jam diperjalanan Tenggarong-Kota Bangun). Makan nasi panas dengan dadar telur-tahu.

Nah, sudah kenyang…Baru Papa n kk Yadi pergi mancing. Yang banyak ya cari ikannya!!!

Sementara itu, kami berempat istirahat di dalam tenda. Tidur-tiduran, dengerin radio, makan-makan cemilan, ceritaan, dll. Capek? Ngantuk? Ya, tiduran deh…

Tengah hari, kami masak-masak lagi buat makan siang. Bakar terong dan ikan asin. It’s the best menu for have lunch…Apalagi waktu camping gini… The most delicious deh…

Abis makan siang, Papa & kk yadi mancing lagi dan lebih jauh. Kalo tadi cuman di sekitar pinggir danau, sekarang masuk ke bagian tengah danau pakai Jukung (ketinting/ces/perahu kecil). Jukungnya pinjam punya Kai yang warungan di depan.

Jam 5 sore baru pada balik ke tenda. Sedang kami yang kaum hawa, duduk-duduk sambil makan cemilan di tenda dan bawah pohon dekat sumur. O ya, air bersih kami dapatkan dari sumur itu, airnya bersih kayak air ledeng.

Baru deh kami siap-siap buat pulang lagi ke Tenggarong. Tenda di rubuhkan, terpal di lipat. Alat-alat makan di masukin lagi ke wadahnya. Sampah-sampah dikumpulkan dan di bakar. Selesai semua, pamit sama Kai & go home…(200707.1135am)

The Colors of Life

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Welcome to my room. You'll find some colors about my life here. About averything. I hope you can help me to share and anything. Let's being friend with me...^_^